Jumat, 21 Oktober 2011


Soalnya Bukanlah Sekadar Iman dan Ilmu

Zainul Arifin
Sering kali dalam mengutip dan memaknai ayat-ayat dalam Alquran kita secara tidak sengaja memenggal pada tempat yang tidak tepat. Sehingga hal itu menimbulkan kekeliruan dalam memahami makna yang ingin dicapai ayat tersebut.
Salah satu contoh yang cukup populer adalah ayat 11 Qs. Al Mujaadilah, yang artinya, “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu, ‘Berlapang-lapanglah dalam majlis’, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu, dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ayat ini biasanya diambil dan dipaparkan pada bagian ujungnya, “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” Penggalan ayat ini kemudian dijelaskan secara panjang lebar tentang pentingnya keimanan disinergikan dengan perintah thalabul ilmi (mencari ilmu) jika seseorang ingin ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT dibanding orang lain.
Jika penggalan ini kita pahami secara terpisah dari awal ayatnya, memang benar bahwa orang yang beriman itu di mata Allah lebih tinggi derajatnya ketimbang orang yang tidak beriman. Begitu pula orang yang berilmu, cendekiawan misalnya, lebih tinggi derajatnya ketimbang orang yang bodoh, orang yang tidak mempunyai ilmu cukup banyak.
Masalahnya, ternyata banyak orang yang mengaku beriman namun dalam kesehariannya ia juga sering melakukan kemaksiatan. Banyak orang beriman yang melakukan kejahatan besar seperti korupsi miliaran rupiah. Dalam kondisi ini, keimanannya tidak membuatnya lebih tinggi martabatnya ketimbang orang lain.
Begitu pula banyak orang yang berilmu tinggi namun tidak cukup memberi manfaat bagi masyarakat lingkungannya. Bahkan banyak sekali orang-orang pandai yang menjadi penipu, menjadi penjahat berbahaya justru karena kepintarannya. Banyak orang berilmu yang mempunyai jabatan tinggi tapi justru menjadi cemoohan masyarakat. Artinya bahwa ternyata sinergi antara keimanan dan ilmu yang tinggi itu tidak serta-merta bisa mengangkat derajat seseorang, baik di mata Allah maupun di mata manusia. Kalau demikian mungkin ada sesuatu yang salah dalam kita memahami ayat tersebut.
Dengan memakai kaidah munaasabah (keterkaitan) dalam memahami ayat-ayat Alquran, maka sesungguhnya keimanan dan keilmuan yang membuat derajat seseorang itu ditinggikan sangat berkaitan dengan akhlak. Orang beriman dan berilmu jika tidak mempunyai akhlak yang baik, maka hanya akan menjadi seperti yang telah dikemukakan di atas, bisa menjadi penjahat yang justru berbahaya bagi masyarakat.
Pentingnya akhlak itu dapat dipahami dari konteks keseluruhan ayat sejak awalnya. Di awal ayat tersebut Allah SWT menyerukan kepada kaum Mukminin, apabila diseru agar memberi tempat (kelapangan) bagi orang yang baru datang dalam suatu majelis, maka laksanakanlah. Berilah tempat duduk bagi pendatang baru itu. Begitu pula jika dikatakan, berdirilah (untuk berpindah tempat), maka berdirilah.
Dalam riwayat diceritakan tatkala Nabi Muhammad berada dalam majelis bersama kaum muslimin, maka muncul sahabat lain yang datang terlambat. Karenanya Nabi menyuruh kaum muslimin di majelis itu untuk memberi tempat kepada orang yang baru datang. Mengapa Nabi menyuruh orang itu diberi tempat duduk? Karena sahabat yang baru datang itu adalah pejuang Perang Badar.
Para pejuang Badar memang mendapat tempat terhormat dalam Islam karena berkat kegigihan mereka berperang bersama Nabi, maka risalah Islamiyah dapat tetap tegak. Sudah sepatutnya kita menghormati orang yang berjasa dengan memberinya tempat duduk sepantasnya jika ia datang di suatu majelis. Inilah akhlak mulia yang mesti ditunjukkan.
Sikap untuk memberi tempat kepada seseorang yang baru datang dalam majelis, apalagi dalam konteks melaksanakan perintah Nabi Muhammad sebagaimana termaktub dalam ayat itu, menunjukkan akhlak yang mulia. Tentu orang bisa berdebat dengan bertanya mengapa yang datang belakangan harus diberi tempat dan mengabaikan yang datang duluan? Inilah yang akan membedakan, manakah orang yang rendah hati dengan orang yang tinggi hati. Orang yang beriman, berilmu tinggi dan rendah hatilah yang akan mendapat kedudukan beberapa derajat lebih tinggi ketimbang yang lain.
Melalui ayat ini Allah SWT mengajarkan bahwa dengan akhlak yang mulialah orang beriman dan berilmu itu akan ditinggikan derajatnya. Banyak orang yang beriman dan berilmu tinggi menjadi harum namanya karena akhlaknya yang terpuji, sebaliknya banyak pula orang beriman dan berilmu tinggi yang menjadi cercaan dan marabahaya bagi masyarakat lantaran akhlaknya yang buruk. Jadi ayat ini tidak melulu soal iman dan ilmu, tetapi yang lebih penting lagi adalah soal akhlak. Allahu a’lam.
Equator – news.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

]]>